Jakarta Universitas Indonesia (UI) sebagai Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH) sedang membuka lowongan pekerjaan untuk dosen yang akan bekerja full-time (full-time lecturer).Lowongan ini tersedia untuk 157 formasi. Universitas Indonesia adalah salah perguruan tinggi ternama dan terbaik di Indonesia. Universitas ini memiliki jenis kampus modern, komprehensif, terbuka, multi budaya Gambarguru sedang mengajar animasi green screen animasi kartun guru unduh gambar. Gambar animasi bergerak di bawah ini menunjukkan seorang guru yang . 69+ koleksi gambar guru mengajar kartun bergerak | meme lucu. Mengajar gif, gambar animasi dosen mengajar, animasi bergerak, gif selamat hari. Telusuri2.000+ pilihan gambar kartun muslimah gratis untuk keperluan aktivitasmu. Gambar kartun guru yang sedang mengajar kata kata bijak gambar perempuan kartun guru dan murid gambar kartun muslimah guru top gambar gambar kartun Sekolah dosen guru, perempuan, anak, kelas, tangan png 2254x1769px 311.69kb; Pin on islamic cartoon muslimah. Vay Tiền Trả Góp 24 Tháng. ArticlePDF AvailableAbstractThis study aims to confirm the influence of lecturers' teaching styles on student learning motivation at the Basom Theological College batam. This study used quantitative methods with a sample of 30 students. The findings of the study revealed that the teaching style of lecturers at STT Basom Batam affects student learning motivation. This is shown by the data that if th ≥ tt, then there is a significant Influence of Lecturer Teaching Style X on the Learning Motivation of STT Basom Y students. From the table it is known that tt = and from the calculations obtained at a significance level of 5% with N = 30. Thus, th > tt, meaning that there is a significant influence of the lecturer's teaching style on the learning motivation of STT Basom Batam students. Penelitian ini bertujuan untuk mengkonfirmasi pengaruh gaya mengajar dosen terhadap motivasi belajar mahasiswa di Sekolah Tinggi Teologi Basom Batam. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan sampel mahasiswa sebanyak 30 orang mahasiswa. Temuan penelitian mengungkapkan bahwa gaya mengajar dosen di STT Basom Batam mempengaruhi motivasi belajar mahasiswa. Hal ini ditunjukkan dengan data bahwa jika th ≥ tt, maka terdapat Pengaruh Gaya Mengajar Dosen X yang signifikan terhadap Motivasi Belajar mahasiswa STT Basom Y. Dari tabel diketahui tt = 1,697 dan dari perhitungan diperoleh 2, 696 pada taraf signifikansi 5% dengan N = 30. Dengan demikian, th > tt, artinya terdapat pengaruh yang signifikan gaya mengajar dosen terhadap motivasi belajar mahasiswa STT Basom Batam. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Jurnal Ilmiah Religiosity Entity Humanity JIREH Volume 4, Nomor 2, Desember, 2022 165-178 ISSN 2685-1393 p; ISSN 2685-1466 e DOI Available Online at Received 27 Agustus 2022 Revisions 01 November 2022 Accepted 02 November 2022 Motivasi Belajar Mahasiswa Melalui Gaya Mengajar Dosen Di Era Pandemi Paskah Parlaungan Purba Sekolah Tinggi Teologi Basom Batam Korespondensi paspurba07 Ester Melati Sekolah Tinggi Teologi Basom Batam Email estermelati30 Abstract This study aims to confirm the influence of lecturers' teaching styles on student learning motivation at the Basom Theological College batam. This study used quantitative methods with a sample of 30 students. The findings of the study revealed that the teaching style of lecturers at STT Basom Batam affects student learning motivation. This is shown by the data that if th ≥ tt, then there is a significant Influence of Lecturer Teaching Style X on the Learning Motivation of STT Basom Y students. From the table it is known that tt = and from the calculations obtained at a significance level of 5% with N = 30. Thus, th > tt, meaning that there is a significant influence of the lecturer's teaching style on the learning motivation of STT Basom Batam students. Keyword lecturers; teaching style; students; motivation to learn Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengkonfirmasi pengaruh gaya mengajar dosen terhadap motivasi belajar mahasiswa di Sekolah Tinggi Teologi Basom Batam. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan sampel mahasiswa sebanyak 30 orang mahasiswa. Temuan penelitian mengungkapkan bahwa gaya mengajar dosen di STT Basom Batam mempengaruhi motivasi belajar mahasiswa. Hal ini ditunjukkan dengan data bahwa jika th ≥ tt, maka terdapat Pengaruh Gaya Mengajar Dosen X yang signifikan terhadap Motivasi Belajar mahasiswa STT Basom Y. Dari tabel diketahui tt = 1,697 dan dari perhitungan diperoleh 2, 696 pada taraf signifikansi 5% dengan N = 30. Dengan demikian, th > tt, artinya terdapat pengaruh yang signifikan gaya mengajar dosen terhadap motivasi belajar mahasiswa STT Basom Batam. Kata Kunci dosen; gaya mengajar; mahasiswa; motivasi belajar Jurnal Ilmiah Religiosity Entity Humanity JIREH Vol. 4, No. 2, Desember, 2022 165-178 Pendahuluan Setiap pengajar mengharapkan mahasiswa yang diajar dapat memahami tujuan dari pembelajaran. Namun dalam kenyataan banyak mahasiswa tidak dapat mengikuti dengan baik karena merasa bosan dan tidak betah dalam belajar baik onsite maupun online. Hal ini terjadi ketika adanya pandemi covid 19. Dari hasil observasi bahwa mahasiswa belajar kurang bergairah, disebabkan mahasiswa harus belajar mandiri oleh kebijakan pemerintah dalam penerapan protokol kesehatan sehingga harus menjaga jarak. Kemudian tidak semua mahasiswa belajar mengikuti pembelajaran secara efektif disebabkan para pelajar terdiri dari keberagaman latar belakang mahasiswa, baik ketika manusia terlahir ke dunia ini dalam keadaan yang berbeda satu sama lain. Kemudian perbedaan genetik, pengaruh lingkungan yang melingkupi pengalaman hidup manusia sehingga perbedaan karakter peserta didik kerap menjadi masalah bagi pihak kampus dan dosen. Kemudian faktor kelelahan yang dialami oleh peserta didik karena peserta didiknya merupakan karyawan perusahaan. Selanjutnya dalam proses belajar mengajar masih ditemukan memakai metode klasik yaitu ceramah. Pembelajaran yang dilakukan secara konvensional berarti pada proses pembelajaran masih menggunakan media yang standar, seperti powerpoint atau tanpa mengunakan media pembelajaran dan juga pemberian tugas kepada mahasiswa dengan materi yang terbatas. Peserta didik memiliki paradigma baru bahwa materi yang dipelajari bisa di pelajari lewat sumber belajar lainya walaupun pada akhirnya tidak dipelajari. Sehingga membuat mahasiswa tidak fokus dalam mengikuti pembelajaran. Dalam proses belajar mengajar diperlukan gaya mengajar dosen disesuaikan dengan gaya belajar mahasiswa. Namun selama berlangsungnya Covid 19 sudah menerapkan gaya mengajar yang aktif, kreatif, dan inovatif. Dengan adanya gaya mengajar dosen dapat dilihat bahwa melalui gaya mengajar ini dapat meningkatkan motivasi belajar mahasiswa. Sebagaimana dalam penelitian Harbeng Masni dalam artikelnya berkata faktor yang mempengaruhi belajar yaitu cara dosen mengajar. Cara yang dimaksud di sini adalah bagaimana seorang dosen mempersiapkan diri sebelum mengajar, ketepatan waktu, materi yang disampaikan, keakraban dengan mahasiswa, dan Chatib mengatakan bahwa hakikatnya gaya mengajar yang dimiliki dosen adalah strategi transfer informasi yang diberikan kepada mahasiswanya. Sedangkan gaya belajar adalah bagaimana sebuah informasi dapat diterima dengan baik oleh mahasiswanya. Tetapi mahasiswa akan cepat merasa bosan dan tidak betah di kelas jika ia punya kecenderungan kecerdasan spasial-visual sementara dosennya mengajar dengan gaya ceramah yang monoton. Rooijakkers seperti yang dikutip oleh Syaiful Sagala mengemukakan “Bilamana pengajar tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dalam pikiran peserta didiknya untuk mengerti sesuatu, kiranya dia pun tidak akan dapat memberi dorongan yang tepat kepada mereka Aviva Aurora and Hansi Effendi, “Pengaruh Penggunaan Media Pembelajaran E-Learning Terhadap Motivasi Belajar Mahasiswa Di Universitas Negeri Padang” 05, no. 02 2019 11–16. Harbeng Masni, “Strategi Meningkatkan Motivasi Belajar Mahasiswa Harbeng Masni 1,” Dikdaya 05 34–45. Jurnal Ilmiah Religiosity Entity Humanity JIREH Vol. 4, No. 2, Desember, 2022 165-178 yang sedang belajar.” Dari kutipan tersebut, dapat diketahui bahwa dalam situasi yang sedemikian jika para pendidik tidak menggunakan gaya mengajar yang berbeda atau justru mengajar dengan gaya monoton maka murid tidak akan berminat dalam mengikuti pelajaran yang disampaikannya dan menjadikan para murid melupakan materi pelajaran yang diterimanya. Dosen berhasil masuk ke dunia mahasiswa lewat penyesuaian gaya belajar mahasiswa. Seorang pengajar harus dapat menggunakan gaya dan pendekatan mengajar yang dapat menjamin pembelajaran dapat berhasil sesuai dengan yang direncanakan dan meningkatkan minat mahasiswa untuk mengikuti pembelajaran. Maka hasilnya, pembelajaran yang dirasakan mahasiswa menjadi lebih menyenangkan, kepercayaan diri, semakin mudah menguasai materi belajar, dan ia tumbuh menjadi anak yang mandiri. Inilah salah satu contoh kesesuaian gaya mengajar dosen dengan gaya belajar mahasiswa. Dosen memiliki data tentang gaya belajar mahasiswanya masing-masing. Kemudian setiap dosen harus menyesuaikan gaya mengajarnya dengan gaya belajar mahasiswa yang telah diketahui dari hasil pengamatan kecerdasan mahasiswa tersebut. Prinsip efektivitas pembelajaran adalah kesesuaian gaya mengajar dosen dengan gaya belajar mahasiswa. Sejalan dengan itu, Rooijakkers seperti yang dikutip oleh Syaiful Sagala mengatakan bahwa keberhasilan seseorang pengajar akan terjamin, jika pengajar itu dapat mengajak para muridnya mengerti suatu masalah melalui semua tahap proses belajar, karena dengan cara begitu murid akan dapat memahami materi yang dapat mengatasi berbagai permasalahan yang berkaitan motivasi mahasmahasiswa dalam belajar diperlukan gaya mengajar yang variatif yang dipandang sesuai dan mampu meningkatkan minat mahasiswa dalam belajar atau menerima materi pelajaran yang disampaikan. Gaya mengajar yang variatif dengan menguasai teknologi. Namun terlihat bahwa gaya mengajar yang lebih unggul adalah gaya mengajar teknologis, hal ini dikarenakan dosen mampu mengoptimalkan penggunaan sarana dan prasarana yang telah tersedia Komaruddin mengatakan bahwa gaya mengajar dapat dipahami sebagai pertama, suatu tipe atau desain dalam pembelajaran; kedua, suatu deskripsi atau analogi yang dipergunakan untuk membantu proses visualisasi sesuatu yang tidak dapat dengan langsung diamati; ketiga, suatu sistem asumsi-asumsi, data-data dan inferensi-inferensi yang dipakai untuk menggambarkan secara matematis suatu obyek atau peristiwa; keempat, suatu desain yang disederhanakan dari suatu sistem kerja; Kelima, penyajian yang diperkecil dari suatu sistem agar dapat menjelaskan dan menunjukkan sifat atau bentuk aslinya. Syaiuful Sagala Konsep dan Makna PembelajaranUntuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar-Mengajar Bandung, CV Alfabeta2003 hal. 173. Fika Fitriasari, “Hubungan Antara Kecemasan Dan Gaya Mengajar Dosen Dengan Hasil Belajar Matakuliah Matematika Ekonomi Mahasiswa Jurusan Manajemen Feb Umm Angkatan 2016,” Seminar nasional dan gelar produk 2017 759–768. Ibid. hal. 174. 2017 Ikhsanudin, “Muhamad Ikhsanudin Analisis Gaya Mengajar,” Jurnal pendidikan Islam Al I’tibar 3, no. 1 2017 56–73. Komaruddin Bagaimana Mengajar Yang Baik, Jakarta, PT BPK Gunung Mulia2000, hal. 152. Jurnal Ilmiah Religiosity Entity Humanity JIREH Vol. 4, No. 2, Desember, 2022 165-178 Selanjutnya Joyve dan Weil seperti yang dikutip oleh Syaiful Sagala menjelaskan “Gaya mengajar adalah suatu deskripsi dari lingkungan belajar yang menggambarkan perencanaan pembelajaran dengan tujuan untuk membantu para mahasiswa meningkatkan minatnya dalam memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berpikir, sarana untuk mengekspresikan dirinya dan belajar.” Gaya mengajar secara individual dapat meningkatkan minat mahasiswa dalam belajar karena gaya mengajar ini menitkik beratkan pada pemberian bantuan dan bimbingan belajar kepada masing-masing mahasiswa secara individual. Gaya mengajar secara individual ini juga menggunakan pendekatan yang terbuka antara dosen dan mahasiswa yang bertujuan untuk menimbulkan perasaan bebas dalam belajar sehingga terjadi hubungan yang harmonis antara dosen dengan mahasiswa. Dosen Pendidikan Agama Kristen dalam melakukan tugasnya tersebut dituntut untuk dapat menggunakan gaya mengajar yang dapat merangsang dan meningkatkan minat belajar mahasiswa dalam mengikuti pembelajaran Pendidikan Agama Kristen, sehingga dapat mengarahkan kepribadian mahasiswa dan dengan demikian pengalaman pengetahuan agama Kristen yang bersumber dari Alkitab itu dapat diwujudkan secara nyata dalam kehidupan pribadinya. Pertanyaan penelitian ini ialah Apakah terdapat pengaruh gaya mengajar dosen terhadap motivasi belajar mahasiswa STT Basom, Batam? Dengan demikian, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh gaya mengajar dosen terhadap motivasi belajar mahasiswa STT Basom, Batam. Metode Penelitian Adapun metode penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah Ex Post Facto yaitu pengumpulan data yang dikumpulkan, didasarkan pada situasi yang lewat, tetapi memiliki kaitan pada masa sekarang. Metode Ex Post Facto dipakai mengingat penulis meneliti dampak dari suatu peristiwa yang sudah terjadi, bukan meneliti sebuah proses yang sedang terjadi. Metode bersifat “Ex Post Facto” artinya penelitian tidak melakukan intervansi terhadap variabel yang diteliti. Dalam penelitian ini akan dibahas sejauh mana Pengaruh Gaya Mengajar Dosen Dengan Motivasi Belajar Mahasiswa. Untuk mengetahui tingkat pengaruhnya, maka peneliti menggunakan metode deskriptif korelasional dalam pemecahan masalah penelitian di atas. Metode ini merupakan suatu metode yang ditujukan untuk memecahkan masalah yang sedang terjadi pada saat sekarang ini, dengan maksud memberi gambaran yang jelas tentang penelitian yang dilakukan. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh hadarai Nawari yang mengatakan bahwa ”Prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan tampak atau sebagaimana adanya.” Objek yang diteliti dalam penelitian adalah populasi. Populasi yang di maksud disini adalah objek penelitian yang di dalamnya subjek yang dijadikan sebagai sumber data yang diharapkan dapat memberikan data-data yang dibutuhkan oleh sipenulis. Jumlah populasi Prodi PAK dan Teologi STT Basom sejumlah 60 orang. Syaiful Sagala hal. 176. Hadari Nawari, Metode Penelitian Sosial, Jakarta Gajah Mada University Press, 1987, hal. 63 Jurnal Ilmiah Religiosity Entity Humanity JIREH Vol. 4, No. 2, Desember, 2022 165-178 Sehubungan sampel penelitian, Ridwan mengatakan “Apabila ukuran populasi sebanyak 100, ukuran sampel diharapkan sekurang-kurangnya 15 % dari ukuran populasi.” Berdasarkan pendapat diatas, penentuan jumlah sampel adalah 50 % dari jumlah populasi yakni 50% x 60 = 30 orang diambil secara random dari 2 kelas. Teknik analisis data jika memenuhi persyaratan analisis yaitu distribusi normal dan linier maka akan diuji dengan statistika parametrik dan jika tidak memenuhi persyaratan analisis maka digunakan statistic non parametrik. Linieritas data diuji dengan menggunakan rumus. Data yang telah dijaring dari responden kemudian dikumpulkan untuk ditabulasi dan diolah. Hasil dan Pembahasan Macam-macam Gaya Mengajar Dosen Dalam kegiatan pembelajaran salah satu faktor utama yang perlu diperhatikan oleh para pendidik adalah mengenai minat belajar para mahasiswa. Selanjutnya Syaiful Sagala mengemukakan bahwa ada enam 6 gaya mengajar yang dapat digunakan oleh dosen dalam mengajar yang bertujuan untuk dapat merangsang minat belajar mahasiswa, yaitu 1 Gaya mengajar dengan interaksi sosial. Gaya mengajar dengan interaksi sosial ditandai dengan adanya sikap ramah, bersahaja, perhatian, dan mau mendengar pendapat para mahasiswa yang dilakukan oleh dosen. 2 Gaya mengajar dengan alam sekitar. Gaya mengajar dengan alam sekitar adalah gaya mengajar dosen yang menggunakan alam sekitar sebagai deskripsi dalam menyampaikan materi pembelajaran. 3 Gaya mengajar dengan menggunakan pusat perhatian. Gaya mengajar dengan menggunakan pusat perhatian memandang bahwa anak harus dididik untuk dapat hidup dalam masyarakat dan dipersiapkan dalam masyarakat. 4 Gaya mengajar dengan menggunakan sekolah sebagai pusat kerja. Gaya mengajar dengan menggunakan sekolah sebagai pusat kerja dapat dipandang sebagai titik kulminasi dari pandangan-pandangan yang menekankan pendidikan keterampilan dalam pendidikan. 5 Gaya mengajar secara individual. Pada gaya mengajar secara individual, dosen memberikan bantuan belajar kepada masing-masing pribadi mahasiswa sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan oleh dosen yang bersangkutan. Kegiatan penyampaian pelajaran oleh dosen kepada sejumlah mahasiswa yang biasanya dilakukan oleh pengajar dengan berceramah di kelas. Gaya mengajar secara klasikal cenderung menempatkan mahasiswa dalam posisi pasif sebagai penerima bahan ajar. Upaya mengaktifkan dan merangsang minat belajar mahasiswa dalam hal ini adalah dengan keahlian dosen menggabungkan berbagai gaya mengajar lainnya sehingga tidak menimbulkan kejenuhan bagi mahasiswa. Motivasi Belajar Mahasiswa Muhibbin Syah mengatakan secara umum motivasi diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu Motivasi intrinsik dan Motivasi Ekstrinsik. Pertama, motivasi intrinsik. Ridwan, Belajar Mudah Penelitian untuk guru-Karyan dan Peneliti Pemula, Bandung Alfa Beta. 2005, hal. 16 Jurnal Ilmiah Religiosity Entity Humanity JIREH Vol. 4, No. 2, Desember, 2022 165-178 Adalah hal dan keadaan keadaan yang berasal dari dalam diri mahasiswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar. Yang tergolong ke dalam klasifikasi ini adalah perasaan menyenangi materi dan kebutuhannya terhadap materi tersebut misalnya materi pelajaran tersebut berhubungan dengan cita-cita masa depan mahasiswa yang motivasi ekstrinsik. Motivasi ini adalah hal dan keadaan yang datang dari luar individu mahasiswa yang mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar. Yang tergolong ke dalam motivasi eksternal ini adalah pujian dan hadiah, peraturan/tata tertib sekolah, suri teladan orang tua/dosen, dan lain-lain. Seorang dosen sebaiknya memahami juga, bahwa motivasi ekstrinsik, hanya efektif jika adanya perangsang-perangsang dari luar yang mengakibatkan seorang mahasiswa mengubah tingkah lakunya secara efektif. Dalam kegiatan belajar mengajar, motivasi ekstrinsik seringkali hanya memegang peranan yang kecil, namun seringkali seorang dosen menganggap dirinya mampu mengubah motivasi internal dengan upaya tertentu memberi hadiah atau hukuman. Motivasi ekstrinsik ini, hanya akan efektif jika motivasi intrinsik mahasiswa mengalami perubahan dengan sendirinya melalui sejumlah pengalaman. Maka, seorang dosen sebaiknya tidak terlalu terpaku merencanakan motivasi eksternal yang terlalu berlebihan, agar tidak membuat mahasiswa hanya membeo tingkah laku atau kemampuan yang dimilikinya. Hal ini menunjukkan bahwa belajar berhubungan erat dengan melatih diri untuk menguasai sejumlah keahlian. Dan keahlian tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari setelah selesai belajar, sekalipun persoalan yang dihadapi tidak seperti yang dihadapi ketika sedang belajar. Dengan memperhatikan hal di atas, maka dosen dengan segala upayanya untuk membuat mahasiswa belajar adalah motivasi ekstrinsik bagi mahasiswa. Dosen perlu juga memperhatikan bahwa pikiran atau persepsi sendiri sering lebih kuat dari kebenaran yang letaknya di luar diri sendiri. Oleh karena itu, tugas dosen sangat berat untuk memberikan upaya yang maksimal dalam rangka menimbulkan motivasi yang sama kuatnya dengan motivasi yang berasal dari dalam diri sendiri. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi motivasi belajar mahasiswa, maka faktor-fator yang mempengaruhi minat menurut Winkel adalah sebagai berikut 1 Taraf Intelegensi, dalah kemampuan belajar yang diartikan dengan dua, yakni intelegensi dalam arti luas yang merupakan kemampuan untuk mencapai prestasi yang di dalamnya berpikir main perasaan. Intelegensi dalam arti sempit merupakan kemampuan untuk mencapai prestasi-prestasi di sekolah atau kemampuan akademik yang di dalamnya berpikir, main perasaan. 2 Motivasi belajar, yakni keseluruhan daya penggerak dalam diri mahasiswa. 3 Perasaan sikap. 4 Keadaan psikis-psikis menunjukkan pada tahap pertumbuhan jasmani, keadaan alat-alat indera dan lain sebagainya. Muhibbin Syah, hal 137. Ibid. Winkel, Psikologi Perkembangan Jakarta Gramedia,1982, hal. 24. Jurnal Ilmiah Religiosity Entity Humanity JIREH Vol. 4, No. 2, Desember, 2022 165-178 Faktor yang paling kuat dalam mempengaruhi motivasi adalah “kebutuhan”. Hal ini tidak dapat dipungkiri oleh manusia. Setiap tindakan yang merupakan perwujudan dari motivasi adalah didasari pada kebutuhan. Manusia tidak akan termotivasi untuk mencapai suatu tujuan atau melakukan suatu tindakan, jika ia tidak membutuhkan sesuatu dari tindakan serta pikirannya itu. Menurut Maslow ada 7 kebutuhan manusia yang harus dipenuhi, yang diyakini menjadi motivasi dalam setiap tindakan manusia yaitu pertama, kebutuhan fisiologis. Yaitu kebutuhan jasmani manusia misalnya, kebutuhan akan makanan, minum, tidur, istirahat, dan kesehatan. Untuk dapat belajar dengan baik, mahasiswa harus dalam keadaan sehat-sehat saja, tidak kelaparan, kehausan, yang dapat mengganggu keinerja otaknya dalam belajar. Kedua, kebutuhan akan keamanan. Manusia membutuhkan ketentraman dan keamanan jiwa. Perasaan kecewa, dendam, takut akan kegagalan, ketidakseimbangan mental dan goncangan-goncangan emosi yang lain dapat mengganggu aktivitas belajar seseorang. Untuk meningkatkan cara belajar mahasiswa lebih efektif, maka mahasiswa harus dapat menjaga keseimbangan emosi, sehingga perasaan aman dapat tercapai dan konsentrasi pikiran dapat dipusatkan pada materi pelajaran yang ingin dipelajari. Ketiga, kebutuhan akan kebersamaan dan cinta. Manusia dalam hidup membutuhkan kasih sayang dari orang tua, saudara dan teman-teman yang lain. Di samping itu, ia akan merasa berbahagia jika dapat membantu dan memberikan cinta kasih pada orang lain pula. Belajar bersama akan membuka pikiran mahasiswa, serta meningkatkan ketajaman berpikir mahasiswa. Keempat, kebutuhan akan status. Tiap orang menginginkan segala usahanya berhasil. Untuk kelancaran belajar, perlu optimisme, percaya diri, dan keyakinan akan dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik. Mahasiswa harus mendapat insentif bahwa, apa yang dipelajarinya kelak akan berguna bagi dirinya sendiri. Kelima, kebutuhan akan self-actualisation. Belajar yang lebih efektif dapat diciptakan untuk memenuhi kebutuhan sendiri, image seseorang. Tiap-tiap orang tentu berusaha untuk memenuhi keinginan yang dicita-citakannya. Oleh karena itu, mahasiswa harus yakin bahwa dengan belajar yang baik akan membantunya mencapai cita-cita yang diinginkannya. Keenam, kebutuhan untuk mengetahui dan mengerti. Yaitu kebutuhan manusia untuk memuaskan rasa ingin tahu, mendapatkan pengetahuan, informasi, dan untuk mengerti sesuatu. Untuk mencapai hal ini, maka harus ditanamkan kepada mahasiswa bahwa, satu-satunya cara untuk memuaskan rasa ingin tahunya akan sesuatu adalah dengan belajar. Ketujuh, kebutuhan estetika. Yaitu kebutuhan yang dimanifestasikan sebagai kebutuhan akan keteraturan, keseimbangan dan kelengkapan dari suatu tindakan. Hal ini hanya mungkin akan terwujud jika mahasiswa belajar tak henti-hentinya, tidak hanya dalam pendidikan formal saja tetapi juga setelah selesai, setelah bekerja, berkeluarga serta berperan dalam masyarakat. Kumpulan Teori-Teori tentang Belajar, hal. 76. Ibid. Jurnal Ilmiah Religiosity Entity Humanity JIREH Vol. 4, No. 2, Desember, 2022 165-178 Dengan uraian mengenai kebutuhan tersebut, seorang mahasiswa dapat memperbaharui motivasi intrinsiknya jika ia dapat melihat dengan cermat apa yang paling dibutuhkannya saat ini dalam jangka waktu pendek. Juga jika mahasiswa dapat melihat atau mempunyai visi atau cita-cita mengenai hidupnya di masa yang akan datang dalam jangka panjang. Untuk memperbaharui motivasi ekstrinsiknya, penulis menganggap bahwa tujuan merupakan suatu katalisator faktor yang mempercepat terjadinya suatu proses. Tujuan baru efektif jika kebutuhan terpenuhi. Maka penulis menganggap bahwa tujuan yang dimiliki oleh mahasiswa dapat berubah-ubah, seperti cita-cita dari masa kanak-kanak sampai dewasa yang sering berubah-ubah, tergantung stimulus dari luar. Dosen berperan aktif dalam memberikan stimulasi untuk memperbaharui tujuan hidup mahasiswa, sehingga mahasiswa tidak kehilangan arah, serta memiliki motivasi yang tepat dalam melakukan tindakannya. Motivasi ekstrinsik mahasiswa sering tidak efektif karena, mahasiswa tidak melihat sasaran dari suatu tindakan yang dilakukan oleh pihak kedua yaitu masyarakat maupun lingkungannya. Oleh karena itu, motivasi ekstrinsik ini haruslah diperbaharui oleh stimulans-nya dengan baik, untuk membantu mahasiswa melakukan tindakannya secara terarah dan teratur. Dosen dalam hal ini adalah sumber inspirasi bagi mahasiswa untuk melakukan tindakan yang tepat dan sesuai dengan harapan-harapan pelajaran, agama, juga setiap norma-norma yang diyakini kebenarannya dalam ajaran agama. Oemar Malik mengatakan bahwa seorang dosen perlu mengkaji sejauh mana upayanya untuk menimbulkan motivasi dalam diri mahasiswa. Hal mana yang membuat mahasiswa semakin giat dan efektif dalam hal belajar. Dosen yang baik sebaiknya tidak hanya terpaku pada materi yang akan disampaikan kepada mahasiswa. Tetapi hal yang juga tidak kalah penting adalah membantu mahasiswa untuk memperbaharui motivasinya dalam belajar. Motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Pengaruh Gaya Mengajar Dosen Terhadap Minat Belajar Mahasiswa Untuk menarik perhatian anak akan sesuatu dan punya keinginan yang kuat untuk mempelajarinya perlu ada pengaruh. Hal ini merupakan unsure yang dapat membuat perubahan pada objek tertentu, yaitu sebagai suatu daya yang kuat yang dapat memberikan akibat secara langsung maupun tidak langsung, sehingga memberi ciri atau bentuk tersendiri terhadap objek lain. Setiap anak memiliki sifat belajar sendiri-sendiri yang berbeda. Dalam hal ini walaupun minat belajar anak berbeda-beda seorang dosen yang melakukan proses pembelajaran harus dapat memperhatikannya. Sesuatu yang dapat menarik minat dan dapat dibutuhkan oleh anak akan dapat menarik perhatiannya dan dengan demikian maka mereka akan dapat bersungguh-sungguh dalam belajar. Minat belajar seorang mahasiswa juga turut dipengaruhi oleh gaya mengajar dosen. Bagaimana seorang dosen membawakan dirinya, bagaimana ia bersikap dan bertingkah laku pada waktu mengajar semuanya akan sangat diperhatikan oleh muridnya. Dengan adanya gaya mengajar yang variatif diharapkan akan dapat meningkatkan minat belajar mahasiswa. Hal ini disebabkan karena dengan adanya Jurnal Ilmiah Religiosity Entity Humanity JIREH Vol. 4, No. 2, Desember, 2022 165-178 gaya mengajar yang berbeda mahasiswa tidak merasa jenuh atau bosan untuk mengikuti materi pelajaran yang disampaikan oleh dosen. Oleh karena itu seorang dosen dalam menyampaikan pengajarannya harus dapat menggunakan gaya mengajar yang dapat menarik perhatian dan minat para mahasiswanya dalam menerima materi pelajaran yang disampaikan. Dosen harus mampu menggunakan gaya mengajar yang berbeda yang dapat menarik minat para mahasiswanya dan tidak menimbulkan kejenuhan bagi mereka dalam belajar. Dalam kaitan ini Dosen dapat menggunakan gaya mengajar dengan interaksi sosial dan gaya mengajar secara individual. Gaya mengajar dengan interaksi sosial yang baik ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut Mengembangkan kemampuan dan kesanggupan mahasiswa untuk mengadakan hubungan dengan mahasiswa atau orang lain, mengembangkan sikap dan perilaku demokratis, menumbuhkan produktivitas kegiatan belajar mahasiswa. Dengan adanya ciri-ciri tersebut dalam gaya mengajar dosen maka diharapkan minat belajar mahasiswa akan dapat ditingkatkan dengan baik. Hal itu dipahami karena dengan menggunakan gaya mengajar interaksi sosial mahasiswa dikembangkan dalam interaksi sosial yang lebih luas sehingga mahasiswa dimungkinkan untuk dapat menggambarkan wacana berpikir dan berkomunikasi dengan orang atau mahasiswa lain yang dapat merangsang minat belajar terhadap sesuatu hal. Selanjutnya gaya mengajar secara individual yang baik ditandai indikator sebagai berikut Mengembangkan kemampuan yang dimiliki oleh mahasiswa, mahasiswa mempunyai keleluasaan belajar berdasarkan kemampuannya sendiri, mahasiswa mempunyai kedudukan sentral yang menjadi pusat pelayanan dalam pembelajaran. Gaya mengajar secara individual dapat meningkatkan minat mahasiswa dalam belajar karena gaya mengajar ini menitik beratkan pada pemberian bantuan dan bimbingan belajar kepada masing-masing mahasiswa secara individual. Dosen memberikan bantuan mengajar kepada masing-masing pribadi mahasiswa sehingga dengan demikian akan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada masing-masing mahasiswa untuk dapat belajar sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Dosen berperan sebagai penasehat atau pembimbingan belajar, membantu mahasiswa untuk mengadakan penilaian belajar dan mengembangkan minat belajar untuk memperoleh kemajuan yang lebih berarti. Gaya mengajar secara individual ini juga menggunakan pendekatan yang terbuka antara dosen dan mahasiswa yang bertujuan untuk menimbulkan perasaan bebas dalam belajar sehingga terjadi hubungan yang harmonis antara dosen dengan mahasiswa. Deskripsi Data Gaya mengajar Dosen Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kepada 30 orang responden seperti yang dilampirkan, diperoleh = 2257 dengan skor tertinggi 96 dan skor terendah 58. Rata-rata M = diperoleh harganya sebesar 75,23 dibulatkan menjadi 75. Standar deviasi SD = diperoleh harganya sebesar 7,18 dibulatkan menjadi 7. Distribusi frekuensi variabel X Gaya mengajar Dosen Jurnal Ilmiah Religiosity Entity Humanity JIREH Vol. 4, No. 2, Desember, 2022 165-178 dapat dilihat dalam tabel di bawah ini. Tabel tersebut dibentuk dengan berpedoman kepada ketentuan pembuatan tabel distribusi frekuensi. Distribusi frekuensi dan gambar histogram dari skor variabel Gaya Mengajar DosenX dapat diberikan sebagai berikut Tabel 1. Distribusi Frekuensi Variabel X Dengan berpedoman pada ketentuan, jika dengan taraf signifikansi 5% dengan derajat kebebasan DK = n -1 = 6 – 1 = 5, dimana diketahui = 11, 07 dan dari tabel di atas diperoleh bahwa = 3, 08 3, 08 rt, artinya terdapat Pengaruh Gaya Mengajar dosen X terhadap Motivasi Belajar mahasiswa STT Basom Y; dimana 0,456 > 0,361 pada taraf signifikansi 5% dengan N = 30. Untuk menguji apakah terdapat Pengaruh yang signifikan maka diuji dengan thitung, sebagai berikut = 2,696 Jika th ≥ tt, maka terdapat Pengaruh Gaya Mengajar Dosen X yang signifikan terhadap Motivasi Belajar mahasiswa STT Basom Y. Dari tabel diketahui tt = 1,697 dan dari perhitungan diperoleh 2, 696 pada taraf signifikansi 5% dengan N = 30, ternyata th > tt. Jadi, disimpulkan bahwa hipotesis diterima yaitu Terdapat Pengaruh yang Signifikan antara Gaya Mengajar Dosen X dengan Motivasi Belajar mahasiswa Y. Gaya mengajar dosen dapat mempengaruhi motivasi belajar mahasiswa. Gaya mengajar seperti gaya mengajar dengan interaksi sosial, gaya mengajar dengan alam sekitar, gaya mengajar dengan menggunakan pusat perhatian, gaya mengajar dengan menggunakan sekolah sebagai pusat kerja, serta gaya mengajar secara individual perlu diujicobakan dan dikombinasikan oleh dosen. Hal ini penting dalam kaitannya meningkatkan motivasi belajar mahasiswa. Terkait gaya mengajar, dosen perlu mengembangkan kompetensi diri, baik kompetensi profesional maupun Jurnal Ilmiah Religiosity Entity Humanity JIREH Vol. 4, No. 2, Desember, 2022 165-178 kompetensi ini penting dalam menunjang keberhasilan mengajar dosen di kelas. Kasimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya mengajar dosen di STT Basom Batam mempengaruhi motivasi belajar mahasiswa. Hal ini ditunjukkan dengan data bahwa jika th ≥ tt, maka terdapat Pengaruh Gaya Mengajar Dosen X yang signifikan terhadap Motivasi Belajar mahasiswa STT Basom Y. Dari tabel diketahui tt = 1,697 dan dari perhitungan diperoleh 2, 696 pada taraf signifikansi 5% dengan N = 30. Dengan demikian, th > tt, artinya terdapat pengaruh yang signifikan gaya mengajar dosen terhadap motivasi belajar mahasiswa STT Basom Batam. Untuk itu, hipotesis diterima yaitu terdapat pengaruh yang signifikan antara Gaya Mengajar Dosen X dengan Motivasi Belajar mahasiswa Y di STT Basom Batam. Rujukan Aurora, Aviva, and Hansi Effendi. “Pengaruh Penggunaan Media Pembelajaran E-Learning Terhadap Motivasi Belajar Mahasiswa Di Universitas Negeri Padang” 05, no. 02 2019 11–16. Fitriasari, Fika. “Hubungan Antara Kecemasan Dan Gaya Mengajar Dosen Dengan Hasil Belajar Matakuliah Matematika Ekonomi Mahasiswa Jurusan Manajemen Feb Umm Angkatan 2016.” Seminar nasional dan gelar produk 2017 759–768. Harbeng Masni. “Strategi Meningkatkan Motivasi Belajar Mahasiswa Harbeng Masni 1.” Dikdaya 05 34–45. Hutapea, Rinto Hasiholan. “Meneropong Kompetensi Kepribadian Guru Pendidikan Agama Kristen Sebagai Model Perilaku Peserta Didik.” Veritas Lux Mea Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 1, no. 2 2019 66–75. Ikhsanudin, 2017. “Muhamad Ikhsanudin Analisis Gaya Mengajar.” Jurnal pendidikan Islam Al I’tibar 3, no. 1 2017 56–73. Syaiuful Sagala Konsep dan Makna PembelajaranUntuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar-Mengajar. Bandung, CV Alfabeta 2003. Suharsimi Artikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta Rineka Cipta, 2001. Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung Karsito, 1995. S. Winkel, Psikologi Perkembangan. Jakarta Gramedia, 1982. Rinto Hasiholan Hutapea, “Meneropong Kompetensi Kepribadian Guru Pendidikan Agama Kristen Sebagai Model Perilaku Peserta Didik,” Veritas Lux Mea Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 1, no. 2 2019 66–75, ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Antara Kecemasan Dan Gaya Mengajar Dosen Dengan Hasil Belajar Matakuliah Matematika Ekonomi Mahasiswa Jurusan Manajemen Feb Umm Angkatan 2016Fika FitriasariFitriasari, Fika. "Hubungan Antara Kecemasan Dan Gaya Mengajar Dosen Dengan Hasil Belajar Matakuliah Matematika Ekonomi Mahasiswa Jurusan Manajemen Feb Umm Angkatan 2016." Seminar nasional dan gelar produk 2017 Meningkatkan Motivasi Belajar Mahasiswa Harbeng Masni 1Harbeng MasniHarbeng Masni. "Strategi Meningkatkan Motivasi Belajar Mahasiswa Harbeng Masni 1." Dikdaya 05 Kompetensi Kepribadian Guru Pendidikan Agama Kristen Sebagai Model Perilaku Peserta DidikRinto HutapeaHasiholanHutapea, Rinto Hasiholan. "Meneropong Kompetensi Kepribadian Guru Pendidikan Agama Kristen Sebagai Model Perilaku Peserta Didik." Veritas Lux Mea Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 1, no. 2 2019 Ikhsanudin Analisis Gaya MengajarIkhsanudinIkhsanudin, 2017. "Muhamad Ikhsanudin Analisis Gaya Mengajar." Jurnal pendidikan Islam Al I'tibar 3, no. 1 2017 Surakhmad, Pengantar Penelitian IlmiahSuharsimi ArtikuntoSuharsimi Artikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta Rineka Cipta, 2001. Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung Karsito, 1995. Oleh Nindira Aryudhani, Koordinator LENTERA OPINI — Awal Februari lalu, jagat berita diramaikan dengan kabar peluang guru nonmuslim beragama Kristen mengajar di madrasah. Ini berawal dari kisah viral seorang guru nonmuslim yang mengajar di Madrasah Aliyah Negeri MAN Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Guru Mata Pelajaran Geografi bernama Eti Kurniawati itu, adalah CPNS Calon Pegawai Negeri Sipil dari Kementerian Agama. 01/02/2021 Peraturan Yang Membolehkan Guru Nonmuslim Mengajar di Madrasah Tak ayal, hal ini pun langsung ditanggapi pihak Kementerian Agama Kemenag. Menurut Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan GTK Madrasah Kementerian Agama Muhammad Zain, hal itu dimungkinkan secara regulasi. Menurut Zain, sebagaimana dikutip dari laman resmi Kemenag, sebagai sekolah berciri khas Islam, guru mata pelajaran agama di madrasah memang harus beragama Islam. Mata pelajaran agama itu antara lain Akidah Akhlak, Al-Qur’an-Hadis, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam, dan Bahasa Arab. Tapi, untuk guru mata pelajaran umum di madrasah, regulasi mengatur bahwa itu bisa juga diampu oleh guru nonmuslim. Karena, kata Zain, hal itu sejalan dengan regulasi sistem merit. Sistem merit sendiri adalah kebijakan dan manajemen SDM yang berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar, tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan merit yang diatur dalam regulasi. 01/02/2021. Hal ini juga diatur dalam UU No 5 tahun 2014 tentang ASN, Peraturan Pemerintah No 11 Tahun 2017 jo Peraturan Pemerintah No 17 tahun 2020 tentang Manajemen PNS, Permenpan No 23 tahun 2019 tentang Kriteria Penetapan Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil dan Pelaksanaan Seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil Tahun 2019, dan Perka BKN No 14 tahun 2018 tentang Petunjuk Teknis Pengadaan PNS. Hal ini tidak hanya berlaku di madrasah, tapi juga di sekolah agama lain dan juga perguruan tinggi. Sebagai contoh, di Sekolah Tinggi Keagamaan Negeri tertentu, ada yang dosen mata kuliah umumnya beragama berbeda. Turut menanggapi hal ini, Ketua PP Muhammadiyah Dadang Kahmad menganggap pengangkatan tersebut tidak masalah sepanjang memenuhi tiga unsur pertama tempat, kedua kedaruratan, dan ketiga tidak mengajar pelajaran agama Islam. 03/02/2021 Menurut Dadang, jika suatu daerah itu merupakan daerah dengan jumlah umat muslim yang minoritas dan tidak ada tenaga pengajar muslim lainnya, maka layak untuk menempatkan guru yang berbeda agama di madrasah Islam dengan catatan tidak mengajar pelajaran agama. Sebaliknya, jika suatu daerah itu merupakan daerah dengan penganut Islam mayoritas, maka pengangkatan tersebut hendaknya dipertimbangkan kembali. Logikanya muslim mayoritas 80 persen lebih, mengapa harus memakai guru beragama lain kalau masih banyak yang beragama Islam. Kecuali di daerah minoritas muslim yang gurunya terbatas. Demikian jelas Dadang. Wujud Moderasi Bablas, Tirani pada Mayoritas Ulasan di atas menunjukkan bahwa peraturan-peraturan tersebut diterbitkan pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Menilik isi maupun praktiknya, peraturan tersebut memberi peluang luas berinteraksinya murid muslim dengan guru nonmuslim, yang ironisnya dalam hal ini terjadi di sekolah Islam. Pada akhirnya, mau tidak mau kondisi ini sangat mengarah pada adanya moderasi antara warga muslim dan nonmuslim. Yang parahnya, moderasi itu sangat mungkin menjadi bablas. Pasalnya, guru adalah sosok yang “digugu” diikuti dan ditiru. Jadi, sedikit banyak pasti pola pikir dan pola sikap guru ada yang ditularkan kepada murid, mengingat intensifnya interaksi mereka selama proses belajar-mengajar. Bayangkan jika hal ini terjadi antara seorang guru nonmuslim dengan murid muslim di sekolah Islam madrasah. Tidakkah penjagaan akidah seorang murid muslim itu berpotensi untuk terusik melalui pola pikir dan pola sikap sang guru yang tentu saja bersumber dari luar Islam? Bukankah keberadaan sekolah Islam juga untuk mengintensifkan pembelajaran ilmu-ilmu Islam yang termasuk di dalamnya ada pembelajaran soal akidah? Jika ingin pembelajaran dan penjagaan akidah Islam tetap intensif, mengapa harus mendatangkan guru yang beragama nonmuslim? Tanpa bermaksud mendiskriminasi para guru nonmuslim, namun batasan akidah bukanlah sesuatu yang layak untuk dimoderasi, apalagi dikompilasi atau dicampuradukkan. Islam telah mengatur hal ini secara tegas. Allah Swt. berfirman, “Janganlah kalian campur adukkan antara kebenaran dan kebatilan, dan kalian sembunyikan yang benar padahal kamu mengetahuinya.” QS Al-Baqarah [02] 42. Sehubungan dengan ayat tersebut, Imam Qatadah dan Mujahid mengartikan ayat ini dengan, “Janganlah kalian campur adukkan antara agama Yahudi dan Nasrani dengan Islam.” Perkara toleransi antarumat beragama, Islam juga telah mengatur dalam ayat yang lain. Tidak perlu diajari sumber-sumber hukum yang berasal dari luar Islam. Islam sendiri bersumber dari Sang Khalik, yang menurunkan Islam kepada Nabi Muhammad saw. sebagai satu-satunya agama yang diridai-Nya hingga akhir zaman. Allah Swt. berfirman, “Tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam; sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” QS Al-Baqarah [02] 256. Allah Swt. juga berfirman dalam ayat, “Sesungguhnya agama yang diridai di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Alkitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian yang ada di antara mereka. Barang siapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.” QS Ali Imran [03] 19. Andai benar daerahnya mayoritas nonmuslim, tidakkah bisa diupayakan mutasi guru dari daerah lain demi memperoleh guru muslim untuk bidang studi yang sama? Apakah negara ini sudah kekurangan penduduk berprofesi guru? Padahal di luar sana, guru honorer saja masih membludak yang mengharapkan belas kasih negara. Artinya, alasan daerah mayoritas maupun minoritas muslim/nonmuslim adalah fatal untuk dilontarkan kepada publik. Alasan semacam ini justru kian menunjukkan dengan jelas bahwa negara gagal melindungi akidah rakyatnya yang jumlahnya mayoritas. Ini lagi-lagi tak ubahnya tirani pada mayoritas. Umat Islam tengah ditampilkan seolah-olah mereka “berbahaya” ketika menjadi golongan yang taat. Hingga hal ini menyibukkan pemerintah agar umat Islam termoderasi dan tampil moderat. Dengan kata lain, Islam yang “ramah” dan “damai”. Ini sungguh semakin menegaskan, bahwa demokrasi mencla-mencle. Karena suatu standar bisa ditetapkan sesuai kehendak rezim yang sedang berkuasa. Inilah panggung yang kemudian disebut sekularisasi. Yang selama ini menjadi koridor penjaga bagi tegaknya ideologi kapitalisme. Guru dalam Islam, Tak Sekadar Pengajar Posisi guru dalam Islam tak bisa dilepaskan dari payung besar sistem pendidikan Islam itu sendiri. Bahwa pendidikan ditargetkan untuk menghasilkan individu yang berkepribadian Islam. Jadi porsi guru dalam Islam ini memang tak sekadar mengajar atau menyampaikan materi pelajaran. Melainkan juga mendidik dan mencetak kepribadian pada anak didiknya. Guru bukanlah sebatas gudang ilmu. Namun, ia adalah suri teladan. Teladan adalah unsur penting dalam penilaian baik dan buruknya guru. Jika ia jujur, amanah, mulia, berani, menjaga diri, berhias dengan akhlak-akhlak yang baik; murid-muridnya akan tumbuh menjadi orang yang jujur, amanah, berakhlak mulia, berani dan menjaga diri. Sebaliknya, jika guru berbohong, khianat, munafik, pengecut, maka murid pun akan tumbuh dengan sifat dan akhlak tersebut. Sungguh, peran inilah yang sangat penting dari seorang guru dalam rangka membentuk kepribadian muridnya. Para murid memperoleh gambaran sosok ideal tentu saja dari gurunya. Karenanya, wajib bagi guru untuk menjadi teladan yang baik bagi muridnya. Teladan yang baik adalah salah satu cara yang paling jitu dalam pembentukan kepribadian murid, menjadi panutan dalam kepribadian, penampilan, karakter, daya pengaruh serta moral. Kaum guru juga wajib mengajarkan metode berpikir yang benar, tidak rida terhadap hal-hal yang bertentangan dengan syariat, dan senantiasa meninggikan kebenaran. Menjadi kewajiban para guru untuk menampakkan kerusakan kapitalisme, sekularisme, dan liberalisme, termasuk kebusukan demokrasi. Mereka harus turut memerangi ide-ide kufur tersebut berikut menjelaskan kepalsuan dan bahayanya. Berkata Abdullah bin Mas’ud ra., “Ilmu tidak diukur oleh banyaknya perkataan, tetapi oleh rasa takut kepada Allah.” Jelaslah, bahwa kekuatan kepribadian para murid yang dicetak oleh para guru ini sangat ditentukan kualitas akidahnya. Sehingga, peluang guru nonmuslim mengajar di madrasah adalah pintu pendangkalan akidah bagi generasi Islam. Adanya pemisahan sekolah negeri dengan madrasah sekolah Islam saja sudah jelas menunjukkan kuatnya sekularisasi di dunia pendidikan. Apa jadinya jika guru nonmuslim diberi ruang luas sebagai pencetak generasi muslim melalui sektor pendidikan? Khatimah Sistem kapitalisme tegak dengan segala pemahamannya yang bertentangan dengan hukum-hukum Islam, bahkan menghancurkan akidah Islam. Kapitalisme juga menebar kerusakan, melalui derivat-derivatnya, yakni sekularisme dan liberalisme. Kapitalisme telah sangat arogan mengaborsi visi besar pendidikan generasi. Yang semestinya menjadi generasi yang bangkit dan bertakwa, menjadi sekadar generasi pekerja, mesin ekonomi para kapitalis. Generasi sekuler adalah mereka ber-tsaqafah yang dangkal, akidah yang lemah, tidak peka, dan tidak paham masalah umat. Alih-alih menjadi pelopor dalam kebangkitan umat. Yang ada justru menjadi beban, bahkan sampah peradaban. Inikah yang kita cita-citakan? Na’udzu billaahi min dzalik. [MNews/Gz] Facebook Notice for EU! You need to login to view and post FB Comments! Salah satu kemudahan di kota pelajar adalah menikmati iklim akademik dari lintas batas kelompok dan lembaga. Tak jarang, kota besar yang semakin modern membuka ruang-ruang pertemuan yang tidak diduga. Seperti halnya saya sendiri, seorang Muslim sekaligus pengajar di kampus Islam yang mendapat beberapa kali kesempatan untuk mengisi kelas di kampus Kristen sebagai dosen tamu. Sengaja saya sebut Kristen di sini dengan maksud Kekristenan Christianity, di mana Katolik dan Kristen Protestan ada di seorang yang pernah mengenyam pendidikan pesantren, mengajar di kelas kampus Kristen tidak pernah menjadi beban atau halangan. Setidaknya dari sisi rasa keterancaman bahwa nanti iman akan tercederai. Sebaliknya, saya merasa ini adalah tugas yang harus ditunaikan sebagai warga sipil maupun sebagai Muslim. Untuk membangun jembatan antar warga supaya tidak terjebak dalam tempurung tradisi pesantren – dari dulu – selalu mengajarkan sebuah mantra sakti khairunnas anfa’uhum linnas. Sebaik-baik manusia adalah manusia yang mampu memberi manfaat kepada manusia lain. Kata kunci utama di sini adalah kebermanfaatan bagi manusia dan kemanusiaan. Bukan anfa’uhum lil muslimin atau lil muslimat mengajar di kampus Kristen ini terjadi berkat sahabat-sahabat saya semasa kuliah Magister. Maklum, saya mengambil program studi Agama dan Lintas Budaya, yang memungkinkan saya untuk berjejaring dan mendapat pengalaman dari teman kuliah lintas agama. Beberapa di antaranya adalah pendeta dan pastor yang mengabdi pada lembaganya kalanya saya diundang mengisi kelas Sejarah atau Teologi terima kasih khususnya kepada Romo Heri Setyawan SJ, yang sering mengundang saya di kelas Universitas Sanata Dharma. Terkadang di kelas Kewarganegaraan. Seperti tidak berurutan, tapi semangatnya satu untuk berbagi paradigma yang unik bagi para mahasiswa di kampus Kristen tersebut dari sudut pandang seorang Muslim Indonesia. Beberapa kali dari kampus Kristen menginisiasi kunjungan balasan ke kampus Islam tempat saya mengabdi yang memang bernaung di bawah yayasan saya mengagumi inisiatif-inisiatif mereka yang begitu membuka diri untuk berdialog dengan Muslim, terutama lingkungan pesantren. Satu hal yang justru belum banyak saya temui dari pihak Muslim sendiri sebagai populasi mayoritas di negeri Saya Kafir dan Layak Dibunuh?Mengajar di kelas yang berisi mahasiswa mayoritas Kristen punya ceritanya sendiri. Tidak jarang ada pertanyaan-pertanyaan ajaib yang challenging, menantang saya sebagai pribadi Muslim, maupun sebagai seorang yang menjerumuskan diri di wilayah yang bisa diperkirakan akan muncul di kelas kampus Kristen adalah seputar terminologi Kafir. Pertanyaan ini akan sangat lain ketika diajukan oleh orang Kristen langsung. Karena kebanyakan disertai perasaan insecure, disampaikan dengan tidak nyaman. Pertanyaan ini tidak sekali-dua kali saya temui. Tapi berkali-kali.“Saya bukan seorang Muslim, apakah dengan demikian saya termasuk golongan Kafir yang boleh dibunuh?” Tanya seorang mahasiswa dengan polos. Tapi di balik itu terbayang nuansa keterancaman di sana. Seolah meminta jawaban, apakah keselamatan dan kehormatannya akan terjamin di negara mayoritas Muslim ini?Terminologi Kafir ini menjadi semacam horor tersendiri bagi kelompok minoritas di Indonesia. Dan bukan tanpa alasan jika mereka penasaran bahkan khawatir terstigmatisasi oleh istilah tersebut. Bisa kita rasakan bersama di masa belakangan, bahwa penggunaan term kafir ini digunakan secara serampangan untuk tujuan mendiskreditkan, dan diselingi nada ancaman bahkan pembunuhan, naudzubillah! atas konsekuensi stempel faktanya demikian. Maraknya dai dan kajian sebagian kelompok Muslim yang gemar mengkafirkan liyan menyebabkan istilah ini berubah menjadi stempel sah bagi objeknya untuk dikenai serangan kekerasan – baik simbolik, verbal, bahkan fisik.“Jangankan anda yang berbeda agama, saya sendiri yang sama-sama Muslim juga kadang dikafirkan kok!” Begitu seloroh saya tiap mendengar pertanyaan itu begitu adanya. Tidak jarang stempel ini menyasar kepada kelompok Muslim tradisionalis yang memang memiliki lebih banyak ekspresi kebudayaan disamping hanya berpaku pada aspek teologis dan hukum yang ketat ala kelompok Salafisme atau Wahhabisme. Sehingga saya berani melemparkan seloroh seperti lebih serius, sering saya tekankan kepada mahasiswa bahwa penggunaan kata kafir ini memang telah mengalami distorsi sehingga menjadi instrumen kekerasan di tengah masyarakat diakui, istilah kafir secara teologis memang tersedia di banyak literatur Islam klasik, dan menjadi penanda bagi mereka yang menutup diri dari kebenaran Islam. Akan tetapi, dalam ranah sosiologis-politis, istilah ini juga berkembang serta berpengaruh terhadap konsekuensi tindakan kepada kelompok tersebut. Di dalam sebuah negara Islam, terdapat istilah kafir dzimmy, kafir mu’ahad, kafir harby, dan lain sebagainya. Sebuah spektrum kategoris bagi kafir yang harus dilindungi dan dijamin keamanannya secara politis sampai yang memang layak diperangi secara bagaimana kategori ini beroperasi di ruang sosial bernama Indonesia, yang memang sejak awal berdirinya tidak didasarkan sebaagai negara Islam? Oleh karena itu terminologi Kafir di sini perlu ditempatkan dalam konteks Indonesia punya Nahdlatul Ulama yang telah mangambil langkah berani dengan merumuskan fatwa bahtsul masail yang menegaskan tidak ada kafir di dalam negara demokrasi seperti Indonesia. Yang ada hanyalah warga negara yang berdiri sederajat. Dengan demikian mereka pun harus dijamin keamanannya. Setidaknya itu sangat melegakan bagi mereka yang beragama Surga-NerakaSelain persoalan kafir, ada sebuah pertanyaan yang sangat berkesan bagi saya, selama berkesempatan mendampingi kelas dari kampus Kristen. Pertanyaan yang sangat personal, dan sangat membekas.“Sebelum bertanya, perkenankan saya bercerita dulu tentang latar belakang keluarga saya.” Satu mahasiswa memulai dengan sangat ini bercerita, dia berasal dari keluarga yang beragam. Seingat saya, ibu mahasiswa ini masuk Kristen sejak menikah. Sementara kakek-nenek dari jalur ibu masih berkomitmen mengimani agama Islam. Dengan terbata-bata, dia bercerita bagaimana beberapa tahun lalu sang nenek jatuh sakit. Secara bergantian anggota keluarga yang beragam bertugas untuk menunggui sang umur manusia adalah selubung yang tak diketahui, dan begitu pula hanya Allah yang tahu si nenek ada di penghujung usianya, tepat di saat si mahasiswa dan ibunya sedang giliran berjaga.“Saat itu hanya saya dan ibu yang berjaga. Tidak ada keluarga lain. Tiba-tiba, nenek sudah menjelang ajalnya. Saya dan ibu kebingungan. Kami tidak tahu harus bagaimana dan berbuat apa di saat-saat terakhir hidup nenek. Kami hanya ingin melepas kepergian nenek dengan layak.”Mahasiswa ini berhenti sejenak. Tenggorokannya tercekat. Dia menengadah ke langit-langit. Entah berusaha untuk mengingat – atau mungkin ingin melupakan sama sekali pengalaman itu. Tampak matanya yang berkaca menahan melanjutkan, “Saya tahu, orang Islam membacakan Yasin untuk orang meninggal. Tapi kami bisa apa? Saya dan ibu tidak bisa membaca al-Quran sama sekali. Terpaksa saya berdoa sebisanya dengan cara Kristen. Di situ saya berharap sekali mendoakan nenek supaya bisa pergi dengan tenang, dan masuk surga.”“Tapi sampai sekarang saya takut, bagaimana kalau doa saya malah mengotori kepergian nenek? Saya cuma khawatir, nenek masuk neraka karena doa saya yang orang Kristen. Kalau seperti itu, apakah nenek saya tetap bisa masuk surga?”Pertanyaan yang singkat dan menyentuh dasar hati kemanusiaan saya, sekaligus menantang saya baik secara intelektual, spiritual, sebagai Muslim. Saya harus menjawab sebuah pertanyaan dengan bertanggungjawab, sekaligus dengan etika untuk menjaga kehormatan mahasiswa coba berpikir keras tapi dengan perasaan tidak mampu, enggan, dan takut jika jawaban yang saya lontarkan kemudian menyakiti hati si mahasiswi penanya. Jika saya adalah seorang Muslim tekstualis, bisa saja menjawab bahwa itu bukanlah momen kematian yang ideal sebagai seorang muslim. Tapi buat apa?!Potret demikian ini mengingatkan saya atas pesan Habib Ali al-Jufri, dalam buku karya beliau berjudul “Kemanusiaan sebelum keagamaan”. Sekalipun dia seorang Kristen, sebagai Muslim saya tetap wajib untuk menjaga dan memelihara kehormatannya, apalagi di dalam sebuah forum di mana ilmu pengetahuan dan etika dijunjung formal agama Islam memang punya ajaran surga dan neraka sebagai balasan atas apa yang diperbuat seorang Muslim di dunia. Pesannya jelas dan lugas. Namun di momen tersebut, wawasan tasawuf dan mistik Islam yang memberi jalan sih tujuan kita beribadah dan beramal baik selama di dunia? Betul, kita memiliki orientasi masuk surga dan terhindar dari siksa neraka. Namun rupanya tidak hanya itu. Ada tujuan yang lebih dari sekadar mencicipi indahnya surga. Terutama bagi kaum sufi/mistik, yang tujuan utamanya adalah untuk meraih kerelaan Tuhan ridha Allah atas kehidupan kita. Dari sini, surga dan neraka menjadi sangat rapalan doa Rabi’ah al-Adawiyah yang justru enggan masuk surga atau neraka, karena tujuan utamanya adalah untuk menyingkap keindahan Sang Pencipta “Ya Allah! Apabila diriku menyembah-Mu hanya karena takut akan pedihnya siksaan api neraka yang tiada habisnya, bakarlah habis seluruh tubuh ini di dalamnya. Dan apabila diriku menyembah-Mu karena mengharap nikmatnya kehidupan surga, maka campakkanlah diriku saat berada di dalamnya. Namun, jika diriku beribadah semata-mata demi Engkau ya Allah, maka janganlah Engkau sesekali enggan untuk memperlihatkan keindahan-Mu yang abadi kepada diriku!”Soal masuk surga atau neraka jelas merupakan hak prerogatif Allah semata. Lebih dari itu, saya hanya mengajaknya untuk berbaik sangka kepada Allah seraya mendoakan si nenek mendapat tempat terbaik di sisi-Nya. Bukankah terdapat sebuah hadis Qudsi bahwa Allah itu sesuai dengan apa yang diprasangkakan oleh hambanya? Sebagaimana saya wajib berprasangka baik kepada si mahasiswa, sekalipun dia berbeda agama dengan si nenek tapi di lubuk hatinya yang terdalam ia pasti menginginkan si nenek untuk mendapat tempat terbaik di sisi potret pengalaman sebagai Muslim mengajar di kampus Kristen tadi, saya mengambil pelajaran. Bahwa agama Islam memiliki dimensi yang sangat luas. Tidak hanya berorientasi kepada yurisprudensi hukum dan penghakiman yang bersifat hitam dan putih. Apalagi ketika dihadirkan di tengah kelompok lain, wajah Islam seperti apa yang akan saya tampakkan? Pada akhirnya, kesempatan ini juga jadi sarana bagi saya untuk terus belajar menjadi Muslim – dan menyelami agama yang saya anut – secara lebih baik lagi. Wallahu a’lam bisshawab.*Artikel ini kerjasama antara dan PUSAD Paramadina didukung GUYUB – UNDP PBB

dosen muslimah sedang mengajar